Jumat, 27 April 2012

PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary)


Laporan Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub-Penyakit
Universitas Sumatera Utara, Medan
PENYAKIT HAWAR DAUN (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary)
PADA TANAMAN TOMAT (Solanum tuberosum L.)

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kentang (Solanum tuberosum L.) termasuk ke dalam family Solanaceae, ordo Tubiflorae, Sub Kelas Dycotyledoneae, Kelas Angiospermae dan divisi Spermatophyta. Bersifat musiman, umbi dibentuk pada bagian batang yang disebut sebagai rhizoma (Iskandar, 1997).
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu tanaman penunjang program diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyrakat. Sebagai bahan makanan, kandungan nutrisi umbi kentang dinilai cukup baik, yaitu mengandung protein berkualitas tinggi, asam amino esensial, mineral, dan elemen-elemen mikro, di samping juga sumber vitamin C (asam askorbat), beberapa vitamin B (tiamin, niasin, vitamin B6), dan mineral P, Mg, dan K (Cahyadi, 2009).
Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) umumnya rentan terhadap 300 jenis hama dan penyakit, baik yang disebabkan oleh virus, bakteri maupun cendawan. Penyakit ini disebarkan melalui benih, tanah, alat-alat lapang dan juga serangga sebagai vektor. Menurut Mendroza (1987) dalam Sugiarto (2001) tiga penyakit utama yang sangat sukar dikendalikan adalah penyakit degenerasi virus, penyakit hawar daun (Phytophthora infestan (Mont.) de Bar) yang disebabkan oleh fungi/jamur dan penyakit layu bakteri (Ralstonia solanacearum).
Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans (Mont.) de Bary dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman kentang dengan menyebabkan timbulnya busuk daun atau hawar daun. Penyakit ini telah menjadi perhatian serius oleh para pemulia kentang di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan panen, penurunan hasil, kehilangan dalam penyimpanan dan peningkatan biaya proteksi tanaman (Listanto, 2010).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui patogen Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary) pada Tanaman Tomat (Solanum tuberosum L.)” 
 Kegunaan Penulisan
-        Sebagai salah satu syarat untuk mengikuti praktikal tes di Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Penyakit Program Studi Agroekoteknologi  Fakultas Pertanian Universitas Sumtera Utara, Medan
-        Sebagai sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tumbuhan
Secara taksonomi tanaman kentang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom         : Plantae
Divisio             :   Spermatophyta
Subdivisio       :   Angiospermae
Class                :       Dicotyledoneae
Ordo                :           Solanales
Genus              :           Solanaceae
Famili              :           Solanum
Spesies            :           Solanum tuberosum L.
(Cahyadi, 2009)
Daun tanaman kentang untuk pertama kali muncul adalah berupa daun tunggal, tetapi daun-daun yang tumbuh selanjutnya berupa daun-daun majemuk dnegan anak daun primer dan sekunder, dimana helaian anak daun primer dan daun sekunder ini terletak pada tangkai daun utama dalam bentuk, ukuran, warna, dan jumlah yang berbeda-beda. Menurut Burton (1966) dalam Sugiarto (2001) bentuk daun primer bermacam-macam, yaitu oval, oblong, ovate, obovate, dan bulat. (Sugiarto, 2001).
Batang kentang kecil, lunak, dan bagian dalamnya berlubang serta bergabus. Bentuknya persegi dan tertutup dilapisi bulu-bulu halus. Batang yang muncul dari mata umbi ini berwarna hijau kemerahan dan bercabang samping. Pada dasar batang utamaakan tumbuh menjadi tanaman baru. Dengan demikian, stolon merupakan perpanjangan dari batang. Dengan kata lain umbi kentang merupakan batang yang membesar, sementara itu akarnya bercabang membentuk hara makanan dari dalam tanah (Cahyadi, 2009).
Bunga tanaman kentang merupakan bunga sempurna, berwarna putih, ungu atau merah keunguan. Bunga ini bersifat zygomorph dan mempunyai dua jenis kelamin. Diameter bunga sekitar 3-4 cm dengan 5 petal dan sepal sehingga bunga terbentuk warna batang dan berbentuk terompet. Benang sari melingkari putik membentuk suatu kerucut berwarna kuning, kecuali untuk tanaman mandul jantan, benang sari berwarna kuning terang sampai kuning hijau. Kedudukan putik lebih rendah, sama tinggi atau lebih tinggi dari kerucut kepala sari. Tepung sari yang berada pada kepala sari ini biasanya masak terlebih dahulu daripada putiknya, sehiingga tanaman kentang ini melakukan penyerbukannya dengan cara menyerbuk silang (Sugiarto, 2001).
Buah kentang erdapat dalam tandan, berbentuk bulat, dengan ukuran sebesar kelereng, ketika muda berwarna hijau, setelah tua berubah warna menjadi hitam. Tiap buah berisi lebih dari 500 biji berwarna putih kekuningan, tanaman kentang akan mati setelah berbunga dan berbuah. (Cahyadi, 2009).
 Umbi kentang terbentuk sebagai pembesaran dari ujung stolon tetapi tidak semua stolon dapat membentuk umbi. Bentuk umbi kentang dapat digunakan untuk membedakan satu kultivar dengan yang lainnya, namun demikian bentuk umbi ini juga dapat dipengaruhi oleh cara bertanamn, keadaan lingkungan tumbuh dan penyakit. Lisinska Lesczynski (1989) dalam Sugiarto (2001) mendeskripsikan bentuk umbi-umbi kentang berdasarkan perbandingan panjang dan lebar menjadi : bulat (1,0:0,9 – 1,0:1,2 cm), bulat oval (1,0:1,2 – 1,0 : 1,16 cm), oval (1,0:1,6 – 1,0 : 1,8 cm) oval oblong (1,0 : 1,8 – 1,0:2,0 cm) dan oblong (1,0 : >2,0 cm).
Syarat Tumbuh
Iklim
Curah hujan yang dibutuhkan adalah sekitar 300mm/bulan atau 1000mm/tahun. Apabila curah hujan terlalu tinggi, umbi tanaman akan mudah tersernag penyakit, karena tanah menjadi jenuh air. Untuk mengatasi hal ini tentu diperlukan system drainase yang baik agar tanah tidak menjadi jenuh air (Cahyadi, 2009).
Suhu rata-rata untuk menghasilkan produksi yang optimum adalah 16-180C, pada suhu dingin tanaman dapat mengalami ‘frost’ (keluarnya cairan sel). Pembentukan umbi akan terhambat apabila suhu tanah diatas 200C, bahkan setiap kenaikan suhu 5/90C diatas suhu optimum dapat menurunkan hasil sekitar 4% (Iskandar, 1997).
Angin ternyata juga berpengaruh terhadap kentang. Angin yang terlalu kencang kurang baik untuk tumbuhan berumbi. Pasalnya angin keras bisa merusak tanaman, dapat mempercepat penularan penyakit dan vektor penyebar bibit penyakit mudah terbawa kemana-mana (Andriani, dkk., 2010).
Tanah
Tanaman kentang toleran terhadap berbagai jjenis tanah kecuali tanah yang kehilangan airnya tinggi, sehingga sangat penting adanya pengairan yang baik. Tanah ber-pH antara 4,8 dan 7,0 merupakan tanah yang cocok untuk pertanaman kentnag. Menurut Horton (1978) dalam Sugiarto (2001) tanaman pada pH dibawah 4,8 akan kekurangan kalsium. Sehingga menyebabkan umbi bermutu jelek, sedangkan jika pada pH tinggi umbi akan mudah terkena kudis / scab. (Sugiarto, 2001).
Biologi Penyakit       
Sistematika Penyakit Hawar Daun pada tanaman family Solanaceae (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary) sebagai berikut :
Kingdom         :           Chromalveolata
Divisio             :           Eukaryota
Kelas               :           Oomycetes
Ordo                :           Peronosporales
Famili              :           Pyhtiaceae
Genus              :           Phytophthora
Spesies            :           Phytophthora infestans (Mont.) de Bary
(Cahyadi, 2009)

Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur pathogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya pathogen ini berkembang biak secara aseksual dengan oospora. Jamur ini bersifat heterotalik, artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora ahanya terjadi bila terjadi perkawinan silang (matting) atanra dua isolate P.infestans yang memiliki matting tipe beda (Purwanti, 2002).
Peyakit hawar daun dapat masuk kedaerah baru melalui umbi bibit terinfeksi atau tanaman family Solanaceae seperti tomat, cabai, dan terung yang terinfeksi. Penyakit ini menunjukkan gejala pada daun, dimana terdapat bercak seperti basah berwarna hijau terang kemudian berubah menjadi coklat yang kemudian seluruhnya tertutupi bercak ini. Bias juga menyerang kentang melalui spora yang jatuh ketanah. (Sugiarto, 2001).
Gejala Serangan
Gejala pertama dari penyakit hawar daun  dilapang adalah terdapatnya luka pada daun dengan bentuk yang tidak beraturan dan berwarna gelap setelah 3-5 hari terinfeksi. Gejala tersebut biasa terlihat pada daun-daun sebelah bawah, dekat titik pangkal petioles atau pada bagian pinggir daun. Serangan pada pinggir daun menyebabkan bentuk daun tidak normal, dan warna berubah terang kemudian mati setelah beberapa hari. Serangan pada bagian batang menyebabkan daun-daun gugur, batang terlihat terang dan kehilangan warna. Gejala serangan ini akan terus terjadi disepangjang batang dan tetap aktif pada kondisi panas atau cuaca kering. (Lengkong, 2008).

Serangan pada umbi menyebabkan bercak yang berwarna coklat atau hitam ungu, masuk sampai 3-6 mm kedalam umbi dan tampak waktu digali maupun waktu penyimpanan. Gejala lebih jelas tampaksetelah penyimpanan dan dapat menutupi seluruh umbi, menyebabkan busuk, karena perkembangan pathogen dan aadanya organism sekunder. Selain kentang, penyakit ini juga menyerang tanaman tomat. (Warda, 2008).
 Faktor Yang Mempengaruhi Penyakit
Pembentukan dan perkecambahan sporangium selain tergantung pada suhu dan kelembapan relatif pada saat tersebut, juga kematangan sporangium. Sporangium dibentuk pada suhu 3-260C dengan kelembaban relative diatas 90%. Sporangium akan berkecambah apabila ada air bebas pada permukaan infeksi dnegan suhu 10-150C, setelah berkecambah berbentuk kecambah yang akan mempenetrasi jaringan pada suhu 15-250C dan memerlukan waktu sekitar 2-2,5 jam, segera setelah itu akan terbentuk miselium di dalam jaringan dnegan suhu optimum sekitar 14-210C, suhu di atas 300C menghentikan perkembangan dari cendawan sporangium akan kehilangan viabilitasnya setelah 3-6 jam pada kelembaban di bawah 80% (Iskandar, 1997).

PENGENDALIAN
Pengendalian penyakit HD sangat tergantung pada perlakuan fungisida, yang dapat diaplikasikan sampai 18 kali permusim tanam sehingga selain mengurangi keuntungan petani, juga sangat beresiko terhadap kesehatan dan pencemaran lingkungan. Untuk itu dibutuhkan upaya alternative penanggulangan penyakit hawar daun tanpa menggunakan fungisida. Sebagai contoh Negara Equador untuk menanggulangi penyakit ini, petani mengeluarkan biaya hingga $150 per-hektar untuk penyemprotan fungisida. Sedangkan di Indonesia peggunaan biaya untuk fungisida $224 per-hektar. Fungisida kontak yang paling popular digunakan adalah manozeb dan maneb, sedangkan fungisida sistemik yaitu curzate dan acrobat. Selain itu ada juga digunakan fungisida daconil.
Pengendalian terhadap penyakit HD yang paling efektif yang ramah lingkungan adalah dengan mengupayakan mekanisme ketahanan yang bersifat alami. Metode klasik untuk menghasilkan tanaman yang memiliki ketahanan terhadap penyakit yaitu dengan melibatkan gen ketahanan melalui program pemuliaan baik dengan pemuliaan konvensional melalui hibridisasi antara tanaman kentang budidaya yang resisten terhadap penyakit dengan tanaman kentang tipe liar yang memiliki ketahanan alami terhadap penyakit Hawar daun, atau melalui pendekatan teknologi DNA-Rekombinan untuk mengasilkan tanaman transgenic yaitu dengan memasukkan gen tahan penyakit HD pada tanaman kentang Budidaya (Lengkong, 2008).



PERMASALAHAN
Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans (Mont.) de Bary dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman kentang dengan menyebabkan timbulnya busuk daun atau hawar daun. Penyakit ini telah menjadi perhatian serius oleh para pemulia kentang di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan panen, penurunan hasil, kehilangan dalam penyimpanan dan peningkatan biaya proteksi tanaman.
Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur pathogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya pathogen ini berkembang biak secara aseksual dengan oospora. Jamur ini bersifat heterotalik, artinya perkembangbiakan secara seksual atau pembentukan oospora ahanya terjadi bila terjadi perkawinan silang (matting) atanra dua isolate P.infestans yang memiliki matting tipe beda.
Serangan pada umbi menyebabkan bercak yang berwarna coklat atau hitam ungu, masuk sampai 3-6 mm kedalam umbi dan tampak waktu digali maupun waktu penyimpanan. Gejala lebih jelas tampaksetelah penyimpanan dan dapat menutupi seluruh umbi, menyebabkan busuk, karena perkembangan pathogen dan aadanya organism sekunder. Selain kentang, penyakit ini juga menyerang tanaman tomat.
Peyakit hawar daun dapat masuk kedaerah baru melalui umbi bibit terinfeksi atau tanaman family Solanaceae seperti tomat, cabai, dan terung yang terinfeksi. Penyakit ini menunjukkan gejala pada daun, dimana terdapat bercak seperti basah berwarna hijau terang kemudian berubah menjadi coklat yang kemudian seluruhnya tertutupi bercak ini. Bias juga menyerang kentang melalui spora yang jatuh ketanah.

PEMBAHASAN
Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans (Mont.) de Bary dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman kentang. Hal ini sesuai dengan literatur Listanto (2010) yang menyatakan bahwa Phytophthora infestans (Mont.) de Bary merupakan pathogen yang tergolong kelas Oomycetes, ordo Peronosporales dan family Pythiaceae. Phytophthora infestans (Mont.) de Bary dikenal sebagai pathogen yang menyerang tanaman kentang dengan menyebabkan timbulnya busuk daun atau hawar daun. Penyakit ini telah menjadi perhatian serius oleh para pemulia kentang di seluruh dunia. Penyakit ini dapat menyebabkan kegagalan panen, penurunan hasil, kehilangan dalam penyimpanan dan peningkatan biaya proteksi tanaman.
Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur pathogen yang memiliki patogenisitas beragam. Hal ini sesuai dengan literatur Purwanti (2002) yang menyatakan bahwa Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena P. infestans merupakan jamur pathogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya pathogen ini berkembang biak secara aseksual dengan oospora.
Gejala pertama dari penyakit hawar daun  dilapang adalah terdapatnya luka pada daun dengan bentuk yang tidak beraturan dan berwarna gelap setelah 3-5 hari terinfeksi. Gejala tersebut biasa terlihat pada daun-daun sebelah bawah, dekat titik pangkal petioles atau pada bagian pinggir daun. Serangan pada pinggir daun menyebabkan bentuk daun tidak normal, dan warna berubah terang kemudian mati setelah beberapa hari. Hal ini sesuai dengan literatur Lengkong (2008) yang menyatakan bahwa Gejala pertama dari penyakit hawar daun  dilapang adalah terdapatnya luka pada daun dengan bentuk yang tidak beraturan dan berwarna gelap setelah 3-5 hari terinfeksi. Gejala tersebut biasa terlihat pada daun-daun sebelah bawah, dekat titik pangkal petioles atau pada bagian pinggir daun. Serangan pada pinggir daun menyebabkan bentuk daun tidak normal, dan warna berubah terang kemudian mati setelah beberapa hari. Serangan pada bagian batang menyebabkan daun-daun gugur, batang terlihat terang dan kehilangan warna.
Pembentukan dan perkecambahan sporangium selain tergantung pada suhu dan kelembapan relatif pada saat tersebut, juga kematangan sporangium. Sporangium dibentuk pada suhu 3-260C dengan kelembaban relative diatas 90%. Hal ini sesuai dengan literatur Iskandar (1997) yang menyatakan bahwa Pembentukan dan perkecambahan sporangium selain tergantung pada suhu dan kelembapan relatif pada saat tersebut, juga kematangan sporangium. Sporangium dibentuk pada suhu 3-260C dengan kelembaban relative diatas 90%.
Pengendalian terhadap penyakit HD yang paling efektif yang ramah lingkungan adalah dengan mengupayakan mekanisme ketahanan yang bersifat alami. Metode klasik untuk menghasilkan tanaman yang memiliki ketahanan terhadap penyakit yaitu dengan melibatkan gen ketahanan melalui program pemuliaan baik dengan pemuliaan konvensional melalui hibridisasi antara tanaman kentang budidaya yang resisten terhadap penyakit dengan tanaman kentang tipe liar yang memiliki ketahanan alami terhadap penyakit Hawar daun. Hal ini sesuai dengan literatur Lengkong (2008) yang menyatakan bahwa Pengendalian terhadap penyakit HD yang paling efektif yang ramah lingkungan adalah dengan mengupayakan mekanisme ketahanan yang bersifat alami. Metode klasik untuk menghasilkan tanaman yang memiliki ketahanan terhadap penyakit yaitu dengan melibatkan gen ketahanan melalui program pemuliaan baik dengan pemuliaan konvensional melalui hibridisasi antara tanaman kentang budidaya yang resisten terhadap penyakit dengan tanaman kentang tipe liar yang memiliki ketahanan alami terhadap penyakit Hawar daun, atau melalui pendekatan teknologi DNA-Rekombinan untuk mengasilkan tanaman transgenic yaitu dengan memasukkan gen tahan penyakit HD pada tanaman kentang Budidaya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan 
1.      Penyakit hawar daun   pada tanaman famili Solanaceae disebabkan oleh jamur  Phytophthora infestans (Mont.) de Bary.
2.      Phytophthora infestans (Mont.) de Bary memiliki gejala serangan yaitu luka pada daun dengan bentuk yang tidak beraturan dan berwarna gelap setelah 3-5 hari terinfeksi.
3.      Pengendalian terhadap penyakit HD yang paling efektif yang ramah lingkungan adalah dengan mengupayakan mekanisme ketahanan yang bersifat alami.
4.      Salah satu penyebab kendala pengendalian penyakit ini adalah suhu, iklim dan kelembaban.
Saran 
          Kedepannya diharapkan agar pengendalian Penyakit hawar daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary) pada tanaman famili Solanaceae khususnya tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) agar lebih mengutamakan pengendalian dengan cara menanman tanaman kentang budidaya yang resisten terhadap penyakit hawar daun.

DAFTAR PUSTAKA
Andriani, O. ; Agustin, R. ; Romlah, S.N. ; Zulkha, V. T., 2010. Budidaya Kentang. Diakses dari http://www.scribd.com/kentang/8528tu8twe/ pada tanggal 5 April 2012 pukul 14.00 wib
Cahyadi, A, 2009. Simulasi Model Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum) dan Prediksi Kejadian Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytophthora infestans). diakses dari http://www.repository.usu.ac.id/si/.  Pada tanggal 4 April 2012 Pukul 18.00 wib.
Iskandar, Y.S., 1997. Peranan Agens Antagonis Pseudomonas spp. Kelompok Fluorescens Terhadap Perkembangan Penyakit Hawar Daun Kentang (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary). Diakses dari http://www.studentpaper.ub.ac.id/78525925/. Pada tanggal 4 April 2012 Pukul 19.00 wib
Lengkong, E.F., 2008. Penyakit Hawar Daun (Late Blight) : Permasalahan, Identifikasi dan Seleksi Tanaman Tahan Penyakit. diakses dari http://www.scribd.com//kentang/42348/$%. Pada tanggal 4 April 2012 Pukul 19.30 wib.
Listanto, E., 2010. Ekspresi Gen RB pada Tanaman Kentang Kultivar Granola untuk Meningkatkan Ketahanan terhadap Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary). Diakses dari http://www.studentpaper.ub.ac.id/78525925/. Pada tanggal 4 April 2012 Pukul 19.00 wib
Nelson, S.C., 2008. Late Blight of Tomato (Phytophthora infestans). Diakses dari http://www.scribd.com//kentang/42348/$%. Pada tanggal 4 April 2012 Pukul 19.30 wib.
Purwanti, H, 2002. Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary) pada Kentang dan Tomat : Identifikasi Permasalahan di Indonesia.  diakses dari http://repository.ipb.ac.id/. Pada tanggal 3 April 2012 pukul 17.10 wib.
Sugiarto, A, 2001. Uji Kultivar Hasil Radiasi dan Introduksi Beberapa Kultivar Kentang (Solanum tuberosum L.).  Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/. Pada tanggal 3 April 2012 pukul 17.03 wib.
Warda, 2008. Hama dan Penyakit pada Tanaman Kentang di Kabupaten Gowa Sulawesi Selatan.  diakses dari http:/scribd/kentnag+sakit/4284728. Pada tanggal 3 April 2012 pukul 17.07 wib.
http://www.google.co.id/imgres?um=1&hl=id& Pada tanggal 3 April 2012 pukul 17.07 wib.
http://www.tnau.agritech.portal.com Pada tanggal 3 April 2012 pukul 17.07 wib.
http://www.google.co.id/imgres?q=gejala+hawar+daun+pada+kentang/ Pada tanggal 3 April 2012 pukul 17.07 wib.

2 komentar: