PENYAKIT BULAI (Peronosclerospora
maydis Rac Shaw.)
PADA
TANAMAN JAGUNG (Zea
mays L.)
MAKALAH
Oleh:
FITRIA PERMATA SARI
110301243
AGROEKOTEKNOLOGI
IV B
LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN SUB PENYAKIT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 2
KUMPULAN
JURNAL LABORATORIUM
DASAR
PERLINDUNGAN TANAMAN SUB PENYAKIT
LAPORAN
Oleh:
FITRIA PERMATA SARI
110301243
AGROEKOTEKNOLOGI
IV B
Kumpulan
Jurnal Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Mengikuti Praktikal Test di LaboratoriumDasar
Perlindungan Sub Penyakit Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Ditugaskan
Oleh :
Dosen
Penanggung Jawab
(Ir.
Mukhtar Iskandar Pinem, M. Agr)
NIP
: 1953 0129 1979 03 1001
Diketahui oleh: Diperiksa oleh:
Asisten
Koordinator Asisten Korektor
(Muklis Adi Putra) (Akhmad Fauzan)
NIM: 080302017 NIM: 080302041
LABORATORIUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN SUB PENYAKIT
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2 0 1 2
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis mengucapkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Judul dari makalah ini adalah “
Penyakit Bulai (Peronosclerospora
maydis) pada Tanaman Jagung (Zea mays L.)
” yang merupakan salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di
Laboratorium Dasar Perlindungan Sub Penyakit Program Studi Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada Ir.
Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr., Ir. Lahmuddin Lubis, M.P., Ir. Toga
Simanungkalit, M.P., dan Prof. Dr. Dra. Maryani Cyccu Tobing, M.S. selaku dosen
penanggung jawab serta Abang dan Kakak Asisten Laboratorium Dasar Perlindungan
Tanaman Sub Penyakit yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah
ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini dan semoga dapat bermanfaat
bagi pihak yang membutuhkan.
Medan,
April 2012
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................................
i
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ............................................................................................ 1
Tujuan Penulisan
......................................................................................... 2
Kegunaan
Penulisan .................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Tanaman .......................................................................................... 4
Syarat
Tumbuh
Iklim
................................................................................................ 5
Tanah
............................................................................................... 6
Biologi
Penyebab Penyakit ......................................................................... 7
Daur
Hidup Penyakit .................................................................................. 8
Faktor
yang Mempengaruhi Penyakit.......................................................... 8
Pengendalian ............................................................................................... 9
PERMASALAHAN............................................................................................ 10
PEMBAHASAN.................................................................................................. 11
KESIMPULAN................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 13
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jagung
(Zea mays L) adalah tanaman pangan kedua sesudah padi. Secara global
jagung adalah tanaman pangan ketiga setelah gandum dan padi.
Jagung
berasal dari Mexico, dan di sana telah dibudidayakan selama ribuan tahun.
Jagung menjadi dasar kebudayaan Aztec dan Maya. Sekarang tanaman-asal ('nenek
moyang') dari jagung sudah tidak terdapat lagi di alam. Pada masa Columbus,
jagung dibawa ke Spanyol, dan dari sini oleh bangsa Spanyol dan Portugis
disebarkan ke Afrika dan Asia, termasuk Indonesia. Dewasa ini Amerika Serikat
merupakan produsen jagung terbesar, karena menghasilkan lebih dari separo
produksi dunia. Bahkan lebih dari 60 % dari jagung yang diperdagangkan di
pasaran dunia berasal dari Amerika Serikat (Purseglove, 1972). Meskipun
akhir-akhir ini penanaman jagung di tropik meningkat dengan pesat, namun sampai
sekarang jagung masih lebih banyak ditanam di daerah beriklim sedang (temperate
regions) (Semangun, 1993).
Jagung
merupakan salah satu jenis bahan makanan yang mengandung sumber hidrat arang
yang dapat digunakan untuk menggantikan (mensubstitusi) beras sebab :
1. Jagung memiliki kalori yang hampir sama dengan
kalori yang terkandung pada padi
2. Kandungan protein di dalam biji jagung sama
dengan biji padi, sehingga jagung dapat pula menyumbangkan sebagian kebutuhan
protein yang diperlukan manusia
3. Jagung dapat tumbuh pada berbagai macam tanah,
bahkan pada kondisi tanah yang agak kering pun jagung masih dapat ditanam (AAK,
2006).
Penyakit
bulai atau downy mildew pada jagung sejak lama dirasa menimbulkan
kerugian yang sangat besar, sehingga banyak dikenal antara para petani.
Penyakit bulai adalah penyakit terpenting pada pertanian jagung di Indonesia.
Kerugian karena penyakit ini dapat mencapai kerugian hingga 90%, sehingga
penyakit ini menyebabkan penanaman jagung mengandung resiko yang tinggi
(Silitonga, dkk., 2007). Penyakit bulai adalah penyakit yang paling
merusak pada tanaman jagung di Indonesia (Sudjono, 1979) maupun di negara lain
di dunia. Di Indonesia dilaporkan penyebaran penyakit bulai meliputi 25
provinsi. Walaupun ada 5 species Peronosclerospora penyebab penyakit
bulai pada tanaman jagung telah dilaporkan (Renfo, 1980) hanya ada 2 species
yang telah dilaporkan sampai saat ini di Indonesia yaitu P. maydis dan P.
philippinensis (Wakman, 2001).
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penyakit bulai yang disebabkan oleh
jamur Peronosclerospora maydis pada tanaman jagung (Zea mays L.).
Kegunaan
Penulisan
-
Sebagai
salah satu syarat untuk dapat mengikuti praktikal test di Laboratorium
Dasar Perlindungan Sub Penyakit Program Studi Agroekoteknologi Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
- Sebagai
bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Menurut
Rukmana (1997), jagung diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom Plantae;
divisi Spermatophyta; Subdivisio Angiospermae; Kelas Monocotyledoneae; Ordo Poales;
Famili Poaceae (Graminae); Genus Zea; Spesies Zea mays L.
Suku
rumput-rumputan (Gramineae), khususnya jagung, memiliki banyak species,
misalnya, Zea mays forma tunicata Larranhage, f.excellens Alef, f. microsperma
Korniche, f. dentiformis Korniche var erythrolepis, var. amylaceae, dan var. rugosa.
Persilangan antarspecies dan antargenus jagung menghasilkan varies atau
kultivar baru (Rukmana, 1997).
Setelah
perkecambahan, akar primer awal memulai pertumbuhan tanaman. Sekelompok akar
sekunder berkembang pada buku-buku pangkal batang dan tumbuh menyamping. Akar
yang tumbuh relatif dangkal ini merupakan akar adventif dengan percabangan yang
amat lebat (Rubaztky dan Yamaguchi, 1998).
Batang
tanaman jagung silindris dan tidak berlubang seperti halnya batang tanaman
padi. Batang tanaman jagung yang masih muda (hijau) rasanya manis karena cukup
banyak mengandung zat gula. Rata-rata panjang (tinggi) tanaman jagung antara
satu sampai tiga meter di atas permukaan tanah (Warisno, 1998).
Daun
jagung tumbuh di setiap ruas batang. Daun ini berbentuk pipa, mempunyai lebar
4-15 cm dan panjang 30-150 cm, serta didukung oleh pelepah daun
yang menyelubungi batang. Daun mempunyai dua jenis bunga yang berumah satu
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Pada
setiap tanaman jagung terdapat bunga jantan dan bunga betina yang letaknya
terpisah. Bunga jantan terdapat pada malai bunga di ujung tanaman, sedangkan
bunga betina terdapat pada tongkol jagung. Bunga betina ini biasanya disebut
tongkol selalu dibungkus kelopak-kelopak yang jumlahnya sekitar 6-14 helai.
Tangkai kepala putik merupakan rambut atau benang yang terjumbai di ujung
tongkol sehingga kepala putiknya menggantung di luar tongkol. Bunga jantan yang
terdapat di ujung tanaman masak lebih dahulu daripada bunga betina (Wakman dan
Burhanuddin, 2007).
Jagung
memiliki buah matang berbiji tunggal yang disebut karyopsis. Buah ini gepeng
dengan permukaan atas cembung atau cekung dan dasar runcing. Buah ini terdiri
endosperma yang melindungi embrio lapisan aleuron dan jaringan perikarp yang
merupakan jaringan pembungkus.
(Rubaztky dan Yamaguchi, 1998).
Syarat Tumbuh
Iklim
Untuk pertumbuhan
optimalnya jagung menghendaki penyinaran matahari yang penuh. Di tempat-tempat
yang teduh pertumbuhan jagung akan
merana dan tidak mampu membentuk buah. Di Indonesia suhu semacam ini terdapat
di daerah dengan ketinggian antara 0 - 600 m dpl dan curah hujan optimal yang
dihendaki antara 85 - 100 mm per bulan merata sepanjang pertumbuhan tanaman.
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Selama pertumbuhan, tanaman jagung membutuhkan suhu optimum antara 23oC -27oC.
Meskipun keadaan suhu di Indonesia tidak merupakan masalah bagi pengembangan
usaha tani jagung, tetapi panen pada musim kemarau lebih baik daripada panen
pada musim hujan. Panen pada musim kemarau berpengaruh terhadap makin cepatnya
kemasakan biji dan mempermudah proses pengeringan biji di bawah sinar matahari.
Secara umum, tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran
tinggi kurang lebih 1.300 m dpl, kisaran suhu udara antara 13-38, dan mendapatkan
sinar matahari yang penuh.
(Rukmana, 1997).
Tanah
Tanaman jagung toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada
kisaran pH 5,5 - 7,0. Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman
jagung adalah pada pH 6,8. Pada tanah yang memiliki keadaan pH 7,5 dan 5,7
produksi jagung cenderung turun (Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Tanaman jagung
toleran terhadap reaksi keasaman tanah pada kisaran pH 5,5 - 7,0.
Tingkat keasaman tanah yang paling baik untuk tanaman jagung adalah pada pH
6,8. Hasil penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa reaksi tanah berpengaruh
terhadap hasil jagung. Reaksi tanah yang memberikan hasil tertinggi pada jagung
adalah pH 6,8. Pada tanah yang memiliki keadaan pH 7,5 dan 5,7 produksi jagung
cenderung mulai turun. Lahan kering di Indonesia sebagian besar adalah Podsolik
Merah Kuning (PMK) yang pHnya rata-rata rendah (masam). Bila lahan kering
ber-pH masam (pH kurang dari 5,5) dialokasikan untuk penanaman jagung mg, perlu
dilakukan pengapuran terlebih dahulu.
(Rukmana, 1997)
Biologi Penyebab
Penyakit
Biologi Patogen Peronosclerospora
maydis (Rac.) Menurut Smith and Renfro (1999) klasifikasi dari patogen penyebab penyakit bulai adalah: Kingdom
Fungi; Filum Oomycota; Kelas Oomycetes; Ordo Sclerosoprales; Family Sclerosopraceae; Genus Peronosclerospora;
Spesies Peronosclerospora maydis Rac (Shaw).
Konidiofor berukuran 132 - 261 mikron,
tipis. Konidianya hialin, berdinding tipis, berukuran 24 - 46.6 x 12 - 20
mikron. Oogonianya berwarna coklat kemerahan, berbentuk elips tidak beraturan,
berukuran 55 - 73 x 49 - 58 mikron (Singh, 1998).
Pada
umumnya konidiofor mempunyai percabangan tingkat tiga atau empat. Cabang
tingkat terakhir membentuk sterigma. Konidium yang masih muda berbentuk bulat,
sedang yang sudah masak dapat membentuk jorong. Konidium tumbuh dengan
membentuk pembuluh kecambah (Semangun, 1993).
Gambar 1. P. maydis
Sumber.http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf
Daur Hidup Penyakit
Peronosclerospora
maydis tidak dapat hidup secara saprofitik. Selain itu,
jamur tidak memebentuk oospora. Tidak terdapat tanda-tanda bahwa jamur bertahan
dalam tanah. Penanaman di bekas pertanaman yang terserang berat dapat sehat
sama sekali. Oleh karena itu jamur ini harus bertahan dari musim ke musim pada
tanaman hidup. Jamur dapat terbawa dalam biji tanaman sakit. Namun ini hanya
terjadi pada biji yang masih muda dan
basah, pada jenis jagung yang rentan. Konidium terbentuk di waktu malam pada
waktu daun berembun dan konidium segera dipencarkan oleh angin. Oleh karena
embun hanya terjadi bila udara tenang, pada umumnya konidium tidak dapat
terangkut jauh oleh angin. Konidium segera berkecambah dengan membentuk
pembuluh kecambah yang akan mengadakan infeksi pada daun muda dari tanaman muda
melalui mulut kulit. Pembuluh kecambah membentuk apresorium di muka mulut kulit
ini.
(Semangun, 1993).
Faktor yang Mempengaruhi Penyakit
Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah.
Konidium yang paling baik berkecambah pada suhu 30 ºC. Infeksi hanya terjadi
kalau ada air, baik ini air embun, air hujan. Infeksi sangat ditentukan oleh
umur tanaman dan umur daun yang terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3
minggu cukup tahan terhadap infeksi, dan makin muda tanaman, makin rentan pula.
(Semangun, 1993).
Pembentukan
konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap dan suhu tertentu yaitu 24 ºC.
Penyakit ini merupakan penyakit yang paling berbahaya. Penyebarannya
sangat luas, kehilangan hasil dapat mencapai 90%.
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Pengendalian
Menurut Semangun (1993), pengendalian penyakit bulai yaitu:
1. Penanaman varietas jagung yang tahan terhadap penyakit bulai
seperti Arjuno, Pioner 12, Abimanyu.
2. Segera mencabut tanaman yang menunjukkan gejala penyakit agar
tidak menjadi sumber infeksi bagi tanaman di sekitarnya, terutama tanaman yang
lebih muda.
3. Merawat benih dengan metalaksil
(ridomil 35 SD).
Tiga cara pengelolaan penyakit bulai dengan menggunakan
kultur teknis, penggunaan fungisida dan penanaman varietas tahan bulai. Hal
yang paling baik dapat digunakan kombinasi dari ketiga pengendalian tersebut
(Singh, 1998).
Selain
itu, dapat dilakukan aerase dan drainase tanah agar keadaan kebun tidak lembab.
Perlu juga dilakukan pergiliran (rotasi) tanam dengan bukan tanaman yang
sefamili (Rukmana, 1997).
PERMASALAHAN
Gejala penyakit bulai dominan tampak pada daun
tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya. Pada tanaman dewasa
yaitu daun yang sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan
seperti bulai serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan. Pada
permukaan atas dan bawah daun terdapat bercak kecil atau seperti bisul.
Salah satu penyebab rendahnya hasil jagung di Indonesia
adalah serangan penyakit bulai (P. maydis).
Direktorat Perlindungan Tanaman melaporkan bahwa pada periode 1978-1981
rata-rata areal pertanaman jagung yang rusak oleh penyakit ini sebesar 57.871
ha dengan intensitas serangan mencapai 26, 5 %.
Penyakit bulai (P.
maydis) merupakan penyakit yang endemis, banyak kerugian yang diakibatkan
oleh penyakit ini dan sering menjadi penyebab utama rendahnya hasil di beberapa
daerah sentra produksi jagung di Indonesia. Kehilangan hasil akibat penyakit
ini cukup besar dapat mencapai antara 45-70%. Di Amerika Serikat kehilangan hasil
mencapai 45%, di Nigeria sebesar 50% dan lebih besar lagi di Afrika mencapai
70%.
Pengendalian penyakit bulai dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti menanam varietas tahan, pengaturan waktu tanama, dan
penggunaan bahan kimia (fungisida), tetapi penggunaan fungisida dalam
pengendalian penyakit bulai pada jagung semakin lebih sering dilakukan sehingga
tanaman menjadi resisten terhadap penyakit tersebut akibat penggunaan fungisida
secara terus menerus dan tidak sesuai dengan dosis anjuran.
PEMBAHASAN
Gejala penyakit bulai dominan tampak pada daun
tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya. Pada daun yang sudah
tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti bulai serta
terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan. Hal ini sesuai dengan
literatur yang dikemukakan Semangun (1993) yang menyatakan bahwa pada tanaman
dewasa terdapat titik noda yang berwarna kecoklatan seperti karat dan serbuk.
Salah satu penyebab rendahnya hasil jagung di Indonesia
adalah serangan penyakit bulai (P. maydis). Areal pertanaman jagung yang rusak oleh
penyakit ini sebesar 57.871 ha dengan intensitas serangan mencapai 26, 5 %. Hal
ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Rukmana (1997) yang
menyatakan bahwa pada areal tanaman jagung di Indonesia dimana intensitas
serangan akibat penyakit ini mencapai 26,5%.
Penyakit
bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah. Konidium yang paling
baik berkecambah pada suhu 30 ºC. Hal ini sesuai dengan literatur yang
dikemukakan Semangun (1993) yang menyatakan bahwa infeksi hanya terjadi kalau
ada air, baik ini air embun, air hujan. Infeksi sangat ditentukan oleh umur
tanaman dan umur daun yang terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu
cukup tahan terhadap infeksi, dan makin muda tanaman, makin rentan.
Pembentukan
konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap dan suhu tertentu yaitu 24 ºC. Hal
ini sesuai dengan literatur Wakman dan Burhanuddin (2007)
yang menyatakan bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang paling berbahaya dan
penyebarannya sangat luas, kehilangan
hasil dapat mencapai 90%.
KESIMPULAN
- Penyakit bulai pada daun jagung disebabkan oleh
jamur Peronoscleospora maydis
Rac Shaw.
- Gejala penyakit bulai dominan tampak pada daun
tanaman jagung dibanding dengan bagian tanaman lainnya. Pada daun yang
sudah tua terdapat titik-titik noda yang berwarna kecoklatan seperti bulai
serta terdapat serbuk yang berwarna kuning kecoklatan.
- Kehilangan hasil akibat penyakit ini cukup
besar dapat mencapai antara 45-70%.
- Pada areal pertanaman jagung yang rusak oleh
penyakit ini sebesar 57.871 ha dengan intensitas serangan mencapai 26, 5
%.
- Pengendalian dengan menggunakan fungisida
dianjurkan pada saat intensitas serangan penyakit bulai lebih besar 21%.
DAFTAR PUSTAKA
AAK.
2006. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Kanisius. Badan Pusat Statistik Yogyakarta.
http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/bjagung/satutujuh.pdf Diakses pada tanggal 3 April 2012.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23043/3/Chapter%20I.pdf Diakses pada tanggal 3 April
2012.
Rubaztky,
V. E., dan Yamaguchi, M. 1998. Sayuran Dunia 1. Terjemahan C. Herison, ITB Press, Bandung, Sastrosupardi.
Rukmana, H.R. 1997. Usaha Tani Jagung.
Kanisius. Yogyakarta
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.
Gajah Mada University Press. 449 hal
Singh, P.P.S, Y.C. Shin, C.S. Park & Y.R. Chung. 1998.
Biological control of Fusarium wilt
of cucumber by chitinolytic
bacteria. Phytopathology 89 : 92– 99.
Smith,
D.R. and Renfro, B.L. 1999. ‘Downy mildews’ in Compendium of Corn Diseases. APS Press, Minneapolis, MI.
Wakman,
W., dan Burhanuddin. Penyakit bulai pada tanaman jagung di Kabupaten Bengkayang Propinsi Kalimantan
Barat. Prosiding Seminar Ilmiah
dan Pertemuan Tahunan
PEI dan PFI XVIII Komda Sul- Sel,
2007. Hal. 174-178
Warisno.
1998. Budidaya Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar